28 November 2011

♥ kisah sepasang kekasih



Suatu hari sepasang kekasih yg saling mencintai itu menikah…
Mereka sangat bahagia….tetapi selang sebulan setelah pernikahan itu kebiasaan buruk dari masing-masing mulai terlihat…
Akhirnya mereka membuat kesepakatan atau komitmen…tepatnya di sebuah ruang keluarga…mereka duduk berhadap-hadapan…dan mulailah percakapan itu…
Percakapan dimulai dari perkataan sang istri…sedangkan sang suami mendengarkan baik-baik…


Istri:
“Sayang aku ga mau nantinya kita ribut dan berakhir perceraian sebelum itu terjadi…aku mau kamu menulis kebisaan buruk aku yg ga kamu sukai…dan sebaliknya juga aku, aku akan menulis kebiasaan buruk kamu yg ga aku sukai…gimana sayang?”
Suami:
“Oke….aku setuju…”

Mulailah mereka menulis….si istri langsung menulis di kertas…dengan cepat dan seksama…tak berapa lama si istri sudah menulis sepertinya ada 5 atau 7 nomor sedangkan si suami hanya bisa melihat dan belum memulai menulis satu kalimat bahkan satu kata pun tidak…

Istri:
“Aku sudah selesai..kamu??”

Suami (dengan tersenyum):
“Aku juga sudah selesai…”

Istri:
“Kalau gitu kamu yg baca duluan…”

Suami:
“Tidak-tidak…kamu duluan yg membaca…”

Istri :
“Ok, aku dulu yg membaca…tapi aku harap kamu jangan tersinggung ya sayang…”

(si istri mulai membaca)

Istri :
“Satu, aku ga suka kamu ngorok atau ngigau di saat kita tidur bersama…”

Mendengar hal itu si suami tidak lagi menatap wajah si istri, pandanganya mulai kemana-mana.

(si istri melanjutkan)

Istri:
“Dua, kamu tuh ga bisa rapi…baju kotor entah kamu taruh sembarangan dimana-mana…aku sudah bilang kan baju kotor langsung ditaruh di tempat pakaian kotor…”

Mendengar perkataan si istri yangg ke dua, si suami menundukkan kepala…
Berlanjut si istri membaca yang ketiga hingga nomor enam, si suami terdiam dan menggenangkan air mata…

Si istri melihat:
“Sayang kamu ga papa kan??”

Si suami hanya menggelengkan kepala dan tersenyum…

Istri:
“Baiklah aku lanjutkan lagi…”

(si istri membaca yg terakhir)

Istri :
“Kalau kamu…seperti apa yg kamu tulis di kertas itu…coba bacakan…”


Suami (menggelengkan kepala…dan memperlihatkan kertas kepada istrinya) :
“aku tidak menuliskan apapun..karena bagiku..tak ada satupun keburukan dari sikap kamu, sayang…aku mencintai kamu apa adanya dan cinta yang apa adanya itu tidak menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaannya…karena itulah cinta…berbeda dan saling melengkapi…”

Mendengar hal itu si istri menangis dan memeluk suaminya…dan berkata,

Istri:
“Maafkan aku…”

Suami:
“Sebelum kamu minta maaf…aku sudah memaafkan mu…”

♥ bapak tua penjual amplop



Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.
Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.
Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.


Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.


Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”


Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.
Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.


By : salah satu mahasiswa ITB

17 November 2011

♥ putihabu ku :')


masa-masa paling indah, adalah masa SMA :)


with jubek di bukit :)


arti sebuah canda tawa :D


with 'gyo' dan 'emp' di bazar event :D


arti sebuah persahabatan :)

arti sebuah kekompakan :D

arti sebuah kebersamaan, suka maupun duka :')


Aku merindukan masa-masa indah itu. Masa yang tak akan pernah terulang kembali dan hanya
akan menjadi sebuah kenangan indah dalam hidupku :)
Berharap masa indah itu kan terulang kembali bersama kalian semua, kawan !! 

*\^o^/*

♥ kesendirian dalam kehidupan

~ ~

Kesendirianku dalam kehidupan 
Bersama hitam menyusuri perjalanan 
Tanpa sebait putih impian dan cahaya bisikan rembulan 

Kesendirianku dalam kehidupan 
Tiada lagi warna terhias keindahan 
Tiada lagi cerah terlukis bintang kesucian 
Kepergian langkahmu membawa tangisan 

Kesendirianku dalam kehidupan 
Semua rasa telah terangan 
Hingga mentari lelah dalam pelarian 
Dan tanah angkuh terbenam kematian 



By : Risang Raditya A.

16 November 2011

♥ my study hard :)

~

Setelah dinyatakan "LULUS" dan menjadi wisudawati SMA Negeri 1 Kebomas, aku mulai bimbang
mencari tempat untuk melanjutkan study ku.
Dimana saat itu teman-temanku telah mendapatkan tempat terlebih dulu di PTN yang mereka
inginkan melalui jalur undangan.
Sementara aku masih berkelana kesana kemari mencari PTN, namun aku juga GAGAL di jalur SNMPTN :'(
Sempat aku terpuruk dan putus asa, namun aku masih ingin mencoba untuk ikut
PMDK di salah satu PTN di Surabaya.
Lagi-lagi aku GAGAL dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru !!
Dalam benakku saat itu hanya ada kata "MENYERAH" !! :'(
Namun, ak tidak ingin menyerah begitu saja.
Pada saai itu juga, aku langsung mendaftar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember melalui jalur PKM.
Dan .. harapanku tidak sia-sia :)
Aku akhirnya lolos seleksi di pilihan kedua "Teknik Lingkungan", Alhamdulillah :D
Meskipun bukan pilihan pertama, aku tetap bersyukur karena jurusan itu sesuai keinginanku sendiri :D




Dan aku sekarang mulai menemukan keluarga baru :) Keluarga dimana aku akan bersama-sama dengan mereka selama 4 tahun.
Aku udah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku dan teman-teman baru :D
Teman-teman yang gak jauh beda dengan teman SMA ku , sangat rame, supel, dan apa adanya.
Yah, semoga saja aku bisa nyaman dengan lingkungan baruku ini selama  4 tahun kedepan.
Aminnn .... :)