Jika kejujuran kita membuat resah hati seseorang, jika keterusterangan kita mengganggu tidur malam seseorang, jika apa yang keluar dari suara hati ini menjadikan diri orang lain tersakiti. Maka mohonlah maaf padanya, atas ketidakkuasaan hati untuk memendam perasaan.
Kejujuran memang berat, dan terkadang kita dibuat tidak berdaya dan serba salah dengan kejujuran itu sendiri. Antara ya dan tidak, antara suka dan benci, antara menerima dan menolak, antara mengakui dan menutupi, sulit memang untuk bisa mengatakan “tidak” tanpa harus menyakiti kesucian hati. Kalau aku sendiri ditanya seperti itu, sementara hati ini belum berpikir ke situ, kita pun akan.
Terkadang kita sendiri juga bingung, apakah juga dikatakan kejujuran meski menyakiti perasaan, kalau perasaan orang sedih karena kejujuran kita, sementara itu merupakan hal yang benar yang telah kita lakukan, mengapa orang itu tidak membuat kita sedih karena kejujurannya? Dan jika merupakan kesalahan, mengapa engkau malah berbohong untuk kesedihanku? Bukankah itu lebih menyakitkan. Kalau engkau tidak mencintaiku mengapa harus berkata sayang, kalau engkau menyayangiku mengapa dirimu melupakanku, dan saat aku belajar untuk melupakanmu justru dirimu malah datang mengingatkan.
Kekasih, apa sebenarnya yang ingin engkau lakukan terhadapku? Kalau engkau mau bermain, mengapa harus perasaan yang jadi korban? Kalau engkau mau berteman, mengapa begitu mesra dengan apa yang terucapkan? Kalau engkau ingin bercanda dan tertawa, mengapa hati selalu kau bawa serta? Kalau engkau ingin bersahabat, mengapa dirimu begitu berhasrat hanya sekedar untuk curhat? Kalau dirimu merasa kasihan padaku, maka berilah apa yang aku butuhkan bukan malah kebohongan. Kalau dirimu tidak tega, maka bantulah aku semampu dirimu bisa, bukan malah menyiksa dengan kemesraan ungkapan kata-kata.
Yang terjadi biarlah terjadi, karena hanya itu yang sanggup kuucapkan sebagai wujud kepasrahan akan kehendak yang telah Dia berikan, sebagai wujud rasa syukur karena aku sanggup berkata jujur kepadamu. Ketahuilah, apapun yang telah engkau katakan kepadaku, aku menerimanya dengan segala kerendahan hati, karena aku sendiri sadar dengan segala kekurangan dan kekhilafan ini. Tak ada marah dalam hati, tak ada kesal membakar jiwa, tak ada dendam menghasut sukma, dan tak ada putus asa menindih cita. Aku hanya memohon semoga diri ini senantiasa bisa menerima ketertutupanmu, dan berterus terang dengan perasaan yang kau alami, dan berkata apa adanya tentang dirimu dihadapanku. Hanya itu yang sementara ini aku ingini, agar kamu belajar untuk bisa melakukan kejujuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar